wwfindonesia |
SINTANG – Pemerintah Kabupaten Sintang bersama
WWF-Indonesia menandatangani perjanjian kerja sama terkait Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis Kabupaten untuk tujuan perlindungan Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (RTR KSK LHK), Senin (22/8/2016).
Kerja sama ini dilakukan sebagai pedoman umum dalam melaksanakan dan menyediakan penyusunan dokumen RTR KSK. Penyusunan dokumen ini akan menjadi konsep dasar dalam pengelolaan Kawasan Ekosistem Muller (KEM) di Kabupaten Sintang yang telah diproyeksikan sebagai KSK LHK, sesuai dengan Perda No. 20/2015 tentang RTRWK Sintang.
Disampaikan oleh Bupati Sintang, Jarot Winarno, bahwa KSK untuk kepentingan lingkungan hidup dan kehutanan di dalam RTRWK Sintang merupakan kawasan yang diprioritaskan.
“Penyusunan RTR KSK LHK dilakukan sebagai upaya penjabaran dari RTRWK ke dalam pemanfaatan ruang yang lebih spesifik, sesuai dengan aspek utama yang menjadi latar belakang, yaitu aspek kepentingan lingkungan dan kehutanan”, ujarnya.
KEM merupakan kawasan yang terletak di dalam kawasan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo/HoB), yang secara umum berfungsi lindung dan menyangga fungsi ekonomi dan sosial budaya masyarakat yang hidup di sekitarnya. Dalam RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN) HoB, KEM diproyeksikan untuk menjadi kawasan yang berfungsi sebagai koridor ekologis yang akan menjamin pergerakan satwa liar yang hidup di dalamnya. Kawasan ini menghubungkan ekosistem hutan hujan tropis yang ada di tiga kawasan konservasi yang berada di tiga provinsi (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur), yaitu Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) dan Cagar Alam Sapat Hawung. Secara keseluruhan, KEM memiliki luasan 1, 3 juta Ha, dimana 32,4 %-nya (421, 505 Ha) berada di Kabupaten Sintang. Fungsi dan peranan KEM di Kabupaten Sintang, sangat penting terhadap keberlanjutan kegiatan ekonomi, kehidupan sosial budaya dan kelestarian lingkungan.
“Keutuhan KEM merupakan tantangan utama dalam pengelolaan kawasan ini. Kondisi KEM saat ini yang relatif masih berupa hutan utuh atau intact forest dengan berbagai jenis penggunaan di dalamnya, memiliki berbagai jasa lingkungan dan keanekaragaman hayati, yang secara keseluruhan berfungsi ekologis baik bagi kawasan itu sendiri maupun masyarakat di dalam dan di sekitarnya”, ungkap Manajer Program Kalimantan Barat, WWF-Indonesia, Albertus Tjiu.
Hutan Lindung (HL) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan dua tipe penggunaan lahan yang memiliki proporsi besar di dalam KEM, sebesar 62 %. Dominansi penggunaan lahan berupa hutan menjadikan keutuhan kawasan ini masih relatif bagus.
Disampaikan pula oleh Muller Schwanner-Arabela (MSA) Landscape Leader, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat, Ambang Wijaya, KEM di Kabupaten Sintang mesti dibangun dan dikelola dengan memperhatikan dan memasukan prinsip kepatuhan (compliance) pada aturan pemerintah yang ada, baik di level nasional ataupun regional.
“Kami memandang bahwa konsep dasar pengelolaan KEM yang diintegrasikan dengan rencana detil RTR KSK LHK di Kabupaten Sintang ini juga harus mampu mengakomodir lebih baik dalam merespon isu-isu global, termasuk memperhatikan nilai penting kawasan hutan dengan menjadikan kawasan KEM sebagai lanskap penting tempat perlindungan keanekaragaman hayati yang penting, ekosistem yang khas, serta perlindungan sumber pemenuhan kebutuan dasar masyarakat lokal, termasuk kepentingan adat dan budaya lokal”, papar Ambang.
Kerja sama ini dilakukan sebagai pedoman umum dalam melaksanakan dan menyediakan penyusunan dokumen RTR KSK. Penyusunan dokumen ini akan menjadi konsep dasar dalam pengelolaan Kawasan Ekosistem Muller (KEM) di Kabupaten Sintang yang telah diproyeksikan sebagai KSK LHK, sesuai dengan Perda No. 20/2015 tentang RTRWK Sintang.
Disampaikan oleh Bupati Sintang, Jarot Winarno, bahwa KSK untuk kepentingan lingkungan hidup dan kehutanan di dalam RTRWK Sintang merupakan kawasan yang diprioritaskan.
“Penyusunan RTR KSK LHK dilakukan sebagai upaya penjabaran dari RTRWK ke dalam pemanfaatan ruang yang lebih spesifik, sesuai dengan aspek utama yang menjadi latar belakang, yaitu aspek kepentingan lingkungan dan kehutanan”, ujarnya.
KEM merupakan kawasan yang terletak di dalam kawasan Jantung Kalimantan (Heart of Borneo/HoB), yang secara umum berfungsi lindung dan menyangga fungsi ekonomi dan sosial budaya masyarakat yang hidup di sekitarnya. Dalam RTR Kawasan Strategis Nasional (KSN) HoB, KEM diproyeksikan untuk menjadi kawasan yang berfungsi sebagai koridor ekologis yang akan menjamin pergerakan satwa liar yang hidup di dalamnya. Kawasan ini menghubungkan ekosistem hutan hujan tropis yang ada di tiga kawasan konservasi yang berada di tiga provinsi (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur), yaitu Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) dan Cagar Alam Sapat Hawung. Secara keseluruhan, KEM memiliki luasan 1, 3 juta Ha, dimana 32,4 %-nya (421, 505 Ha) berada di Kabupaten Sintang. Fungsi dan peranan KEM di Kabupaten Sintang, sangat penting terhadap keberlanjutan kegiatan ekonomi, kehidupan sosial budaya dan kelestarian lingkungan.
“Keutuhan KEM merupakan tantangan utama dalam pengelolaan kawasan ini. Kondisi KEM saat ini yang relatif masih berupa hutan utuh atau intact forest dengan berbagai jenis penggunaan di dalamnya, memiliki berbagai jasa lingkungan dan keanekaragaman hayati, yang secara keseluruhan berfungsi ekologis baik bagi kawasan itu sendiri maupun masyarakat di dalam dan di sekitarnya”, ungkap Manajer Program Kalimantan Barat, WWF-Indonesia, Albertus Tjiu.
Hutan Lindung (HL) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) merupakan dua tipe penggunaan lahan yang memiliki proporsi besar di dalam KEM, sebesar 62 %. Dominansi penggunaan lahan berupa hutan menjadikan keutuhan kawasan ini masih relatif bagus.
Disampaikan pula oleh Muller Schwanner-Arabela (MSA) Landscape Leader, WWF-Indonesia Program Kalimantan Barat, Ambang Wijaya, KEM di Kabupaten Sintang mesti dibangun dan dikelola dengan memperhatikan dan memasukan prinsip kepatuhan (compliance) pada aturan pemerintah yang ada, baik di level nasional ataupun regional.
“Kami memandang bahwa konsep dasar pengelolaan KEM yang diintegrasikan dengan rencana detil RTR KSK LHK di Kabupaten Sintang ini juga harus mampu mengakomodir lebih baik dalam merespon isu-isu global, termasuk memperhatikan nilai penting kawasan hutan dengan menjadikan kawasan KEM sebagai lanskap penting tempat perlindungan keanekaragaman hayati yang penting, ekosistem yang khas, serta perlindungan sumber pemenuhan kebutuan dasar masyarakat lokal, termasuk kepentingan adat dan budaya lokal”, papar Ambang.
Comments
Post a Comment